Dr. H. SARIPUDDIN DAULAY, S.Ag.M.pd - Kepala Kantor Kementerian Agama Kab. Asahan
Kisaran (Humas). Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat majemuk (plural) dan beraneka ragam (heterogen).
Kemajemukan dan keragaman masyarakat Indonesia ditandai oleh berbagai perbedaan baik horizontal seperti suku, bahasa dan adat-istiadat maupun vertikal menyangkut relasi spiritual.
Pluralitas merupakan realitas sejarah dan keniscayaan bagi masyarakat Indonesia. Kemajemukan ini menjadi sesuatu yang khas dan tidak dapat dipisahkah dari kemanusiaan itu sendiri seperti pelangi yang berwarna-warni.
Keanekaragaman adalah keserasian dan keindahan tersendiri. Ia bukanlah kekacauan dan kesemrawutan. Keanekaragaman tidak bisa dilawan, ia akan selalu ada, ia adalah sunnatullah.
Madrasah, sebagai salah satu institusi pendidikan Islam yang memiliki peran sentral dalam membentuk karakter dan pemahaman agama pada generasi muda, telah menjadi sorotan utama dalam ranah pendidikan dan sosial.
Dalam konteks yang semakin kompleks dan dinamis, isu moderasi beragama di madrasah menjadi semakin penting untuk diperdebatkan dan diteliti lebih lanjut. Bagaimana madrasah menjalankan perannya dalam mendorong pemahaman agama yang seimbang dan praktik yang damai menjadi sorotan utama dalam upaya menjawab tantangan-tantangan ekstremisme dan radikalisme agama yang semakin meresahkan.
Pendidikan agama Islam di madrasah telah lama menjadi pijakan utama dalam membentuk identitas keagamaan generasi muda. Di tengah arus globalisasi dan kemajuan teknologi informasi yang membawa perubahan sosial yang cepat, madrasah memegang peranan penting dalam menjaga keberlangsungan dan keberagaman budaya keislaman. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, tantangan-tantangan baru muncul dalam ranah pendidikan agama.
Salah satu tantangan utama adalah penyebaran radikalisme dan ekstremisme agama, yang mempengaruhi pemahaman dan praktik keagamaan di kalangan generasi muda. Dampak dari ekstremisme ini tidak hanya terbatas pada level individu, tetapi juga merambah ke struktur sosial dan politik suatu negara.
Oleh karena itu, penting untuk memahami bagaimana pendidikan agama, khususnya di madrasah, dapat menjadi solusi atau setidaknya merupakan benteng pertahanan terhadap penyebaran ideologi radikal. Konsep moderasi beragama muncul sebagai pendekatan yang penting dalam menanggapi fenomena ekstremisme dan radikalisme agama.
Moderasi beragama mencakup pemahaman yang seimbang tentang ajaran agama, penghargaan terhadap perbedaan, serta praktik yang damai dan inklusif. Dalam konteks madrasah, di mana pendidikan agama Islam menjadi fokus utama, penting untuk mengeksplorasi sejauh mana prinsip-prinsip moderasi beragama diintegrasikan dalam kurikulum dan budaya lembaga ini.
Melihat pentingnya isu ini, tulisan ini bertujuan untuk menjelajahi lebih dalam tentang moderasi beragama di madrasah. Dengan menganalisis latar belakang, pemahaman teoritis, praktik yang ada, serta tantangan-tantangan yang dihadapi, diharapkan tulisan ini dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang peran madrasah dalam membentuk generasi muda yang lebih toleran dan inklusif secara agama.
Selain itu, melalui penelitian ini, diharapkan juga dapat ditemukan strategi-strategi yang efektif dalam mempromosikan moderasi beragama di madrasah, yang pada akhirnya akan membantu membangun masyarakat yang lebih damai dan harmonis.
Di tengah kontroversi dan ketegangan yang sering melanda diskusi agama, konsep moderasi beragama menawarkan pendekatan yang seimbang dan toleran terhadap praktik keagamaan.
Ini mencakup penghargaan terhadap perbedaan, pemahaman yang mendalam tentang ajaran agama, serta praktik yang damai dan inklusif. Dalam konteks madrasah, di mana pendidikan agama Islam menjadi fokus utama, penting untuk mengeksplorasi sejauh mana prinsip-prinsip moderasi beragama diintegrasikan dalam kurikulum dan budaya lembaga ini.
Meskipun upaya untuk mempromosikan moderasi beragama telah dilakukan, terdapat tantangan-tantangan yang signifikan dalam implementasinya. Faktor-faktor seperti tekanan dari kelompok ekstremis, kurangnya sumber daya, dan ketidakseimbangan dalam kurikulum agama sering menjadi penghambat dalam mencapai tujuan ini.
Oleh karena itu, latar belakang yang melingkupi topik “Moderasi Beragama di Madrasah: Antara Cita dan Fakta” merupakan permulaan yang penting untuk memahami konteks dan urgensi topik ini. Dengan memahami tantangan dan dinamika yang terlibat, kita dapat mengambil langkah-langkah konkret untuk meningkatkan praktik moderasi beragama di madrasah, yang pada gilirannya akan membantu membangun masyarakat yang lebih toleran, inklusif, dan damai.
Moderasi Beragama Di Madrasah
Moderasi Islam (Wasatiyyat Islam) adalah suatu corak pemahaman dan praksis Islam. Ia juga merupakan suatu metode atau pendekatan dalam mengkontekstualisasi Islam di tengah peradaban global.
Kehadiran Wasatiyyat Islam sangat perlu dan dibutuhkan baik di lingkungan umat Islam sendiri, maupun di tengah pergulatan Islam dengan beragam agama dan sistem dunia lainnya.
Wasatiyat Islam yang sesungguhnya sudah secara historis dan kultural menjadi warna dasar keberagaman umat Islam di Indonesia. Hal ini mengejawantah pada keberadaan ratusan ormas dan lembaga Islam yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia sekaligus menjadi ciri khas Islam di Indonesia.
Organisasi-organisasi Islam ini merupakan organisasi massa dan gerakan kebudayaan sekaligus. Inilah yang telah menjadi tulang punggung berdirinya negara Republik Indonesia yang rancang bangunnya pada tingkat tertentu dapat dipandang sebagai manifestasi wasatiyat Islam.
Mengingat tantangan faktual intoleransi yang semakin merebak bahkan menjurus kepada radikalisme maka pengarusutamaan moderasi Islam sebagai kontra narasi harus menjadi kesadaran, tanggung jawab dan gerakan kolektif segenap komponen bangsa.
Di sinilah pentingnya lembaga pendidikan mengambil perannya dalam menyemai watak dan karakter toleran kepada anak didik sebagai generasi penerus bangsa.
Di pundak lembaga pendidikan eksistensi negara dan bangsa Indonesia dipertaruhkan. Mampukah lembaga pendidikan kita dengan sistem pendidikan yang berjalan sementara ini membendung gelombang intoleransi yang mencabik-cabik kebhinnekaan yang selama ini kita jaga dan rawat dengan baik? Madrasah sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional diharapkan bisa tampil dan berbicara lebih banyak.
Madrasah dan lembaga pendidikan Islam seperti pesantren, diniyah, dan perguruan tinggi Islam adalah garda terdepan kampanye moderasi Islam di Indonesia.
Apalagi, madrasah memiliki banyak kelebihan yang tak dimiliki sistem pendidikan lain. Madrasah selama ini juga sangat afirmatif terhadap kalangan rakyat yang rentan secara ekonomi, dibuktikan dengan biaya pendidikan yang murah terjangkau.
Selain itu, kelebihan madrasah terletak pada fungsinya melahirkan kelas menengah muslim yang aware kepada nilai kebangsaan dan NKRI.
Nilai-nilai moderasi Islam sebenarnya sudah menjadi praksis keseharian dunia madrasah, warga madrasah sudah terbiasa dan mengenal istilah tawasut (moderat), tawazun (proporsional), tasamuh (toleran) dan ta’adul (berlaku adil).
Term-term tersebut tidak hanya diajarkan kepada peserta didik untuk dihafalkan tetapi sudah teraplikasi dalam wujud sikap dan perilaku sehari-hari. Namun seiring perkembangan zaman dan perubahan yang terjadi di masyarakat madrasah dituntut selalu berimprovisasi dengan inovasi dan kreatifitas baru mengingat tantangan merebaknya intoleransi semakin menguat dan potensi tingkat keterpaparan faham intoleransi juga semakin hebat terutama lewat pengaruh gencarnya propaganda di media sosial.
Di samping karena moderasi Islam sudah menjadi laku dan budaya segenap warga madrasah faktor lain yang cukup mendukung implementasi moderasi Islam di madrasah adalah komitmen kolektif dari segenap pemangku kepentingan (stakeholders) madrasah yang menjadi kekuatan tersendiri.
Warga madrasah sangat konsen terhadap Islam yang ramah dan bukan Islam yang marah. Islam yang rahmatan li al-‘alamin, Islam yang membawa kedamaian untuk seluruh dunia Islam moderat sudah terbangun di dalam mindset warga madrasah.
Sikap toleransi tampak dan termanifestasi dalam penghormatan terhadap adanya perbedaan. Sikap positif seperti ini harus terus menerus dipupuk sehingga semakin kokoh dan kuat. Selain itu komitmen terhadap bangsa dan negara juga tidak perlu diragukan lagi.
Sudah menjadi mafhum bahwa kecintaan kepada tanah air merupakan sebagaian dari keimanan. Sehingga warga madrasah tidak mudah diprovokasi dengan interpretasi dan pemahaman yang menyimpang tentang hubungan antara agama dengan negara.
Kajian mengenai model pendekatan pendidikan moderasi beragama, misalnya dinyatakan Muhammad Ahnaf menyatakan bahwa tantangan lembaga pendidikan Islam dalam mempromosikan nilai toleransi dan penghargaan terhadap keragaman agama terletak tidak sebatas persoalan kurikulum, melainkan pada kemampuan otoritas sekolah dalam mengelola lingkungan dan ruang publik sekolah yang mendorong kebebasan dan tradisi berpikir secara kritis.
Otoritas sekolah perlu memahami materi dan pola-pola penyebaran paham radikal di kalangan anak muda, terutama di lingkungan sekolah, sehingga potensi pengaruh paham radikal bisa diantisipasi secara efektif.
Muhammad Najib Azca melakukan penelitian dengan judul ‘The Younger, the Radical: Refleksi Sosiologis pada Fenomena Radikalisme Muslim Muda Di Indonesia Pasca Orde Baru’.
Dia mengusulkan salah satu cara terbaik untuk melawan Gerakan keagamaan radikal pada orang muda adalah dengan menerapkan strategi ganda, yaitu mengembangkan diskusi kritis dan membangun wacana counter, ide dan narasi, dan mendukung dan mengembangkan hubungan sosial dan jaringan jamak.
Murtadlo dalam kajian tentang moderasi beragama pada lembaga pendidikan keagamaan pesantren dan Seminari di Jawa Timur merekomendasikan perlunya pendidikan moderasi beragama dikenalkan kepada anak muda sedini mungkin.
Hal ini penting agar sedini mungkin anak muda Indonesia mengenal perbedaan, keragaman dan siap untuk hidup bersama. Peran guru di sekolah/madrasah sangat penting dalam mengenalkan moderasi beragama di sekolah/madrasah.
Sedikit guru agama memberi peluang berkembangnya paham intoleran, maka hal itu akan menyumbang berkembangnya radikalisme agama di masyarakat secara luas.
Edy Sutrisno mengutip buku Menjaga Benteng Kebhinekaan di Sekolah yang diterbitkan Maarif Institute, menyebut ada tiga pintu utama bagaimana pemahaman radikal dan intoleransi melakukan penetrasi di lingkungan sekolah; pertama, kegiatan ekstrakurikuler. Kedua, peran guru dalam proses belajar mengajar. Ketiga, melalui kebijakan sekolah yang lemah dalam mengontrol masuknya radikalisme di sekolah.
Jika kita melihat data dan temuan tersebut, kecenderungan intoleransi dan menguatnya radikalisme di sekolah sudah sangat memprihatinkan. Oleh karena itu, di sinilah letak strategisnya pengarusutamaan moderasi beragama perlu dilakukan.
Alasan penting moderasi beragama diterapkan di madrasah karena pentingnya menjaga kebhinekaan di sekolah/ madrasah. Karena pada dasarnya sikap intoleran muncul dari tiga pintu, antara lain: pertama, kegiatan ekstra kurikuler. Kedua, urgensi guru dalam kegiatan belajar mengajar. Ketiga, lemahnya sekolah dalam meminimalisasi masuknya paham radikalisme kepada siswa.
Tiga aspek tersebut penting untuk diperhatikan, kendati demikian moderasi beragama menjadi bahan baku guna menangkal sikap dan perilaku yang dikategorikan sebagai sikap intoleran dan radikalisme.
Model formulasi penguatan moderasi beragama berbasis kearifan lokaldi madrasah meliputi pembiasaan, pembudayaan dan pemberdayaan.
Bentuk internalisasinya melalui kegiatan belajar mengajar di kelas, ekstrakurikuler dan muatan lokal. Nilai-nilai moderasi beragama diterapkan dan disisipkan ke dalam materi pelajaran atau materi ekstrakurikuler. Guru menyalurkan stimulus agar siswa mampu berpikir moderat sesuai dengan konteks yang terjadi serta mengaitkan dengan materi pelajaran yang sedang dipelajari, begitupula sama halnya dengan kegiatan ekstrakurikuler.
Implemetasi penguatan moderasi beragama sebagaimana telat diatur dalam KMA 184 Tahun 2019, antara lain: pertama, setiap guru wajib menanamkan nilai moderasi beragama. Kedua, penanaman moderasi beragama bersifat kearifan lokal. Ketiga, implementasi penanaman dan penguatan moderasi beragama tidak mesti tersurat dalam RPP, namun guru wajib mengondisikan kelas serta menanamkan pembiasaan sikap moderat kepada siswa, sehingga pada akhirnya terbentuk budaya berpikir beragama yang moderat.
15 Intisari dari implementasi penguatan moderasi beragama dalam KMA 184 Tahun 2019 ialah pada peran guru yang moderat, internalisasi moderasi beragama kepada siswa, dan pengkondisian kelas. Semuanya dilakukan dalam bingkat budaya berpikir moderat dan diimplementasikan melalui kegiatan belajar mengajar di kelas, muatan lokal dan kegiatan ekstrakurikuler.
Sementara itu, pembiasaan menjadi corak dan metode khusus penanaman budaya berpikir moderat, ini artinya guru mesti terlebih dahulu memiliki pemikiran moderat agar pembiasaan tersebut tepat sasaran dengan keteladanan yang dimilikinya.
Pengondisian kelas dan perannya sebagai guru moderat disesuaikan dengan gaya dan metode yang dimilikinya (your belonging), yang terpenting upaya tersebut dapat tercapai sesuai dengan target dan tujuan yang diharapkan.
Bentuk penguatan moderasi beragama di madrasah melalui pembiasaan, pembudayaan dan pemberdayaan akan berimplikasi pada pemikiran, Gerakan dan perbuatan siswa.
Hal ini sebagaimana yang termaktub dalam buku moderasi beragama yang diterbitkan oleh Kementerian Agama Tahun 2019.
Implikasi yang dimaksud ialah bentuk sikap moderasi pemikiran, gerakan dan perbuatan. Moderasi pemikiran muncul akibat dari pembiasaan dalam berpikir moderat. Terbiasa dalam berpikir moderat akan bermuara pada pemikiran yang selalu dalam keadaan apapun posisinya selalu di tengah-tengah.
Hal inilah yang diharapkan terhadap siswa madrasah yang selalu memiliki pemikiran yang moderat. Sementara itu, prinsip yang mesti ditempuh sebagai upaya memiliki pemikiran moderatialahmemadukan antara teks dan konteks. Menurut Akhmadi, dalam konteks beragama, cenderung terjadinya koflik karena seseorang posisinya dalam kutun ekstrem.
Salah satu kutub menjadikan teks sebagai produk hukum yang tidak dapat dirubah, sedangkan yang lainnya menjadikan akal sebagai sumber pengetahuan. Padahal, moderat dalam pemikiran Islam ialah mengedapankan sikap toleran dan perbedaan.
Hal yang paling sederhana dari memadukan teks dan konteks ialah menggunakan keduanya dan menjadikan keduanya sebagai pisau analisis dalam memecahkan masalah. Terlalu berpegangan kepada teks, maka dikhawatirkan akan memiliki pemikiran, fundamentalisme, sedangkan terlalu berpegangan kepada konteks maka dikhawatirkan akan memiliki sikap radikal dan menyalahkan pemahaman orang lain.
Hal ini sebagaimana menurut Rohman, teks-teks keagamaan yang dijadikan bahan sentimen agama yang berlebihan yang berakhir pada tindakan kekerasan.
Kendati demikian, pentingnya guru dalam membimbing siswa dalam membiasakan berpikir moderat dalam memadukan teks dengan konteks agar tidak memunculkan stigma dan sentiment agama yang berlebihan. Adapun moderasi perbuatan atau dengan kata lain hasil dari pembudayaan berpikir moderat, memiliki indikator antara lain:
pertama, keseimbangan dalam cara bersikap beragama dengan menghormati praktik beragama orang lain sama seperti pengamalan agama untuk diri sendiri.
Sikap ini cenderung tidak terlalu memiliki truth claimyang berlebihan, serta selalu menghargai cipta, karya dan karsa orang lain. Kedua,toleran dan rukun. Siswa yang toleran dan rukun tentunya dihasilkan dari terbiasanya berpikir moderat.
Sehingga dalam peta pemikirannya ialah kedamaian dan kasih sayang terhadap sesama. Hal ini sebagaiman dengan fitrah keindonesiaan yang keberadaannya plural dan multikultur.
Beberapa strategi pengembangan berikut merupakan tawaran model pengarusutamaan moderasi Islam yang dapat diterapkan di madrasah antara lain: a. Madrasah merumuskan visi dan misi berorientasi moderasi Islam. a. Gerakan pengarusutamaan moderasi Islam harus berawal dari visi dan misi madrasah. Mengingat visi adalah pandangan jauh ke depan yang ideal tentang cita-cita yang diharapkan. Sedangkan misi adalah langkah-langkah operasional untuk mencapai visi. Sedapat mungkin visi dan misi yang dirumuskan ini menempatkan moderasi Islam ini sebagai bagian profil ideal yang diharapkan.
Visi dan misi ini hendaknya tidak hanya sekedar menjadi pajangan atau tulisan belaka tetapi hendaknya menjadi ruh dan spirit yang terus menerus digelorakan sehingga menjiwai seluruh warga madrasah. Untuk itu visi dan misi madrasah harus dirumuskan bersama dan disosialisasikan kepada seluruh pemangku kepentingan madrasah.
b. Madrasah mengembangkan kurikulum yang komprehensif dengan menginsersi nilai-nilai moderasi Islam.
a. Kurikulum bisa dikatakan merupakan ruh dalam pendidikan dan pembelajaran. Hendak dibawa kemana peserta didik tercermin sepenuhnya dari muatan kurikulum yang dikembangkan dan diterapkan oleh madrasah.
Cara yang bisa ditempuh dengan jalan madrasah menelaah kurikulum yang saat ini sedang diterapkan, mengidentifikasi kelemahan yang mungkin masih ada untuk kemudian merancang kurikulum secara lebih komprehensif yang diharapkan bernuansa nilainilai moderasi Islam.
Standar isi dalam kurikulum perlu ditelaah betulbetul dan memasukkan nilai-nilai karakter moderasi Islam dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) pada semua matapelajaran.
Madrasah juga perlu menginsersi muatan moderasi Islam ke dalam program, kegiatan madrasah baik intra, ekstra maupun ko-kurikuler madrasah. Kegiatan ekstra kurikuler juga harus dirancang sedemikian rupa untuk memasukkan nilai-nilai karakter moderasi Islam.
c. Optimalisasi habituasi dan budaya madrasah. Sebagai strategi internalisasi nilai-nilai karakter moderasi Islam.
Nilai-nilai karakter moderasi Islam tidak akan terinternalisasi secara mendalam hanya dengan mengajarkannya saja.
Dibutuhkan pembiasaan secara terus-menerus dan konsisten sehingga menjadi budaya madrasah. Dalam konteks ini keteladanan menjadi metode pendidikan yang paling efektif. Kepala madrasah dan guru harus tampil menjadi figur panutan bagi peserta didik dalam menerapkan karakter moderasi Islam.
Pembiasaan baik yang istikomah terkait misalnya adab berbicara dengan orang lain, tata cara bermuamalah dengan teman, guru dan warga madrasah yang lain, pembiasaan ibadah mahdloh dan ghoiru mahdloh akan membentuk kepribadian peserta didik.
d. Madrasah mengembangkan program penguatan moderasi Islam Penguatan moderasi Islam melalui perancangan dan pelaksanaan program yang matang, konseptual, implementatif dan efektif perlu dikembangkan oleh madrasah untuk semakin mengukuhkan pengarusutamaan moderasi Islam di madrasah.
Diantara program yang dapat dijalankan antara lain: 1) Program fasilitasi dan penciptaan ruang interaksi dan dialog lintas budaya. Madrasah perlu mengkreasi atau setidaknya memfasilitasi kegiatan-kegiatan yang memberikan kesempatan berlangsungnya interaksi dan dialog lintas budaya, etnis bahkan agama.
Program yang dapat dilaksanakan antara lain: program guru tamu (guest teacher) dari latar belakang etnis atau budaya yang berbeda, program kunjungan ke komunitas tertentu, program kegiatan bersama semisal kemah budaya.
Dengan program-program tersebut diharapkan memberikan pengalaman berinteraksi dengan kelompok lain yang berbeda sehingga para siswa diharapkan tumbuh sikap penghargaan terhadap perbedaan dan toleransi.
2) Program penguatan literasi moderasi beragama Program penguatan literasi berkaitan erat dengan pemerolehan informasi baik dari bahan tertulis maupun tidak tertulis.
Madrasah perlu memfasilitasi peserta didik agar memperoleh kemudahan dalam akses informasi. Literasi ini juga dapat dimanfaatkan untuk memberikan motivasi dan spirit kebaikan.
Misalnya madrasah dapat memasang tulisan semboyan atau ajakan dan motivasi sesuai karakter moderasi Islam, menyediakan bahan dan buku bacaan. Madrasah dapat pula mengagendakan penayangan film yang mengajarkan karakter moderasi Islam atau menggelar lomba bercerita pada momen dan even tertentu.
Madrasah sebagai sistem memiliki tiga aspek pokok yang sangat berkaitan erat dengan mutu madrasah, yakni: proses belajar mengajar, kepemimpinan dan manajemen sekolah, serta budaya madrasah. Budaya merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh suatu kelompok masyarakat, yang mencakup cara berfikir, perilaku, sikap, nilai yang tercermin baik dalam wujud fisik maupun abstrak. Budaya dapat dilihat sebagai perilaku, nilai-nilai, sikap hidup dan cara hidup untuk melakukan penyesuaian dengan lingkungan, dan sekaligus untuk memandang persoalan dan memecahkannya.
Oleh karena itu suatu budaya secara alami akan diwariskan oleh satu generasi kegenerasi berikutnya.Budaya sekolah/Madrasah merupakan sesuatu yang dibangun dari hasil pertemuan antara nilai-nilai (values) yang dianut oleh guru-guru dan para karyawan yang ada dalam sekolah /madrasah tersebut.
Nilai-nilai tersebut dibangun olehpikiran-pikiran manusia yang ada dalam sekolah/madrasah. Pertemuan pikiran-pikiran manusia tersebut kemudian menghasilkan apa yang disebut dengan “pikiran organisasi”.
Dari pikiran organisasi itulah kemudian muncul dalam bentuk nilai-nilai tersebut akan menjadi bahan utama pembentuk budaya sekolah/madrasah. Dari budaya tersebut kemudian muncul dalam berbagai simbol dan tindakan yang kasat indra yang dapat diamati dan dirasakan dalam kehidupan sekolah/madrasahsehari-hari.
Nilai-nilai dan keyakinan tidak akan hadir dalam waktu singkat. Mengingat pentingnya sistem nilai yang diinginkan untuk perbaikan madrasah, maka langkah-langkah kegiatan yang jelas perlu disusun untuk membentuk budaya madrasah.
Segenap warga madrasah perlu memiliki wawasan bahwa ada unsurkultur yang bersifat positif, negatif, netral. Dalam kaitannya dengan visi dan misi madrasah mengangkat persoalan mutu, moral, dan multikultural; madrasah harus mengenali aspek-aspek kultural yang cocok dan menguntungkan, aspek-aspek yang cenderung melemahkan dan merugikan, serta aspek-aspek lain yang cenderung netral dan tak terkait dengan visi dan misimadrasah.
Budaya menurut Deal dan Peterson dalam Supardi adalah kumpulan dari nilai-nilai yang menjadi landasan untuk berprilaku, bertradisi, pembiasaan sehari-hari dan simbol-simbol yang secara bersama-sama dilakukan oleh elemen yang berpengaruh dalam membentuk budaya dilingkungannya.
Budaya madrasah adalah suatu karakter dan ciri khas yang telah terbentuk dan telah menjadi citra dari madrasah tersebut. Budaya adalah kultur yang telah dibentuk secara bersama oleh suatu kelompok masyarakat, yang meliputi pola berfikir, bertindak, dan nilai-nilai yang tercermin dalam bentuk fisik maupun abstrak.
12Budaya yang telah terbentuk dapat dilihat sebagai pembiasaan tingkah laku yang dilakukan dengan menyesuaikan kondisi lingkungan sekitar.
Oleh karena itu, budaya akan secara alamiah akan diwariskan secara turun temurun dari satu genarasi ke genarasiselanjutnya.
Muhaimin menjelaskan, bahwa budaya madrasah dapat terbentuk dengan mebentuk sebuah values yang sama-sama dilakukan oleh guru, pegawai, serta peserta didik di madrasah. Nilai-nilai yang dibentuk adalah hasil dari buah pikir manusia-manusia yang ada di dalam madrasah.
Dari akulturasi budaya yang dilakukan itu memunculkan berbagai simbol dan beberapa tindakan yang akhirnya menjadi sebuah pembiasaan yang dapat diamati dan dirasakan dalam kehidupan sehari-hari di madrasah.
pikiran-pikiran individu di dalam madrasah lah yang membentuk suatu budaya yang berlaku di madrasah, pengaruh pikiran individu terbesar dalam membentuk suatu budaya madrasah adalah berasal dari pikiran individu seorang kepala madrasah.
Dalam membentuk budaya madrasah, diperlukan prioritas nilai-nilai utama yang akan menjadi pilar dari budaya madrasah. Prioritas nilai-nilai utamatersebut dapat disesuaikan dengan kondisi dari setiap madrasah, sehingga budaya madrasah menjadi penting, karena budayamadrasah merupakan salah satu media dalam meningkatkan prestasi peserta didik dalam proses pembelajaran yang efektif di madrasah.
2. Cita Cita Moderasi Beragama Di Madrasah
Penyampaian moderasi beragama yang bersifat hanya diselipkan saat pembelajaran berbeda dengan dibuat khusus sebagai mata pelajaran. Siswa menilai kurang adanya perkembangan dan ketegasan penyampaian moderasi beragama. Dibandingkan jika Moderasi Beragama dibuat dalam Mata Pelajaran tersendiri, maka siswa memiliki tanggung jawab pada guru tertentu dan untuk pencapaian nilai.
Moderasi beragama membutuhkan praktek, tidak hanya sekedar nilai, dan mengejar nilai raport yang tidak kurang berdampak pada orang lain dalam sisi sosial.
Dengan demikian, jika moderasi beragama dibuat dalam mata pelajaran tersendiri, maka lebih baik ketika seimbang antara teori dan praktek nyata.
Hal ini karena tujuan dari moderasi beragama ialah untuk membuat siswa paham dengan radikalisme dan menghindari perbuatan tersebut, dan belajar menghormati orang lain, tidak melukai hati pemeluk berbeda keyakinan/agama.
Tujuan dari penguatan pendidikan moderasi beragama berbasis budaya madrasah adalah beberapa nilai yang menjadi pondasi berperilaku, bertradisi, dan melakukan kebiasaan keseharian yang di praktekkan di madrasah.
Nilai-nilai dan keyakinan tidak akan hadir dalam waktu singkat, maka perlu proses panjang dan berkesinambungan.
Moderasi beragama menjadi suatu sikap yang sangat perlu ditanamkan ke peserta didik di madrasah, mengingat ekstremisme, radikalisme dan ujaran kebencian merupakan problem bangsa Indonesia saat ini.
Madrasah sebagai lembaga pendidikan umum bercirikhas Islam perlu menjadi pioner dalam menumbuhkembangkan sikap moderat ini. Indikator utama keberhasilan moderasi beragama, dapat dilihat dari empat faktor yaitu komitmen wawasan kebangsaan, toleransi, anti kekerasan dan menghargai kearifan lokal.
Dan hal tersebut harus dikuasai dan diterapkan guru kemudian diajarkan kepada peserta didik serta perlu disosialisasikan pada orang tua wali peserta didik agar hasil pencapaiannya bisa maksimal.
Madrasah diharapkan dapat menghasilkan output yang memiliki sikap dan perilaku toleran, mengakui atas keberadaan pihak lain, perhormatan atas pendapat dan tidak memaksakan kehendak dengan cara kekerasan.
Output yang menerapkan moderasi beragama, bertaqwa dan berilmu sangat dibutuhkan pada era melinial untuk menciptakan madrasah unggul dan kompetitif.
Menag Yaqut Cholil Qoumas menegaskan Indonesia adalah salah satu negara dengan eksperimen toleransi yang paling panjang dan intens. Tradisi dan paham kebangsaan Indonesia mendorong warga untuk memahami, mengilustrasikan dan menerjemahkan perbedaan sebagai fakta yang dapat dimengerti dan diadaptasikan dalam pergaulan sesama warga.
Namun sejarah juga memperlihatkan bahwa Indonesia mesti bekerja keras untuk mengelola perbedaan, melampaui konflik dan ketegangan untuk mengukuhkan harmoni dan toleransi.
Menurut Tenaga Ahli Menteri Agama, Hasan Basri Sagala, paradigma moderasi beragama meniscayakan setiap umat beragama bersikap insklusif, asimilatif, dan adaptif, yang mampu mendorong terjalinnya pergaulan lintas budaya, iman, dan peradaban. Di sinilah moderasi beragama telah berperan menyatukan Indonesia dengan prinsip penghormatan terhadap perbedaan dan penghargaan budaya lokal.
Moderasi Beragama, lanjut Hasan, merupakan sebuah proses kehidupan yang tidak pernah berhenti (long live time process), hingga menemukan pada satu titik netral (tidak ekstrem), baik kanan maupun kiri yang berbasis pada implementasi esensi ajaran agama itu sendiri. Dalam konteks bernegara, dijelaskan Hasan, prinsip moderasi ini pula yang pada masa awal perjuangan dapat mempersatukan tokoh kemerdekaan yang memiliki ragam aspirasi dan kepentingan politik, serta ragam agama dan keyakinan.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara H. Ahmad Qosbi, S.Ag, MM mengatakan lahirnya Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama akan mengokohkan jalan untuk pelaksanaan kebijakan Moderasi Beragama di seluruh lini, termasuk keterlibatan Forum Kerukunan Umat Beragama.
“Para tokoh lintas agama diharapkan dapat mengembangkan misi besar untuk mewujudkan kerukunan terutama di Sumatera Utara yang berbasis pada nilai-nilai toleransi, moderasi, penghargaaan, dan penghormatan terhadap perbedaan.
Ahmad Qosbi juga menyatakan peran yang bisa dilakukan bersama yakni dengan menggali dan mengembangkan sumber-sumber kerukunan umat yang berbasis pada ajaran agama dan kearifan lokal.
Dengan pengembangan itu dapat mewujudkan Ukhuwah Insaniyah, Ukhuwah Basyariyah, Ukhuwah Dinniyah, Dan Ukhuwah Wathoniyah.
Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Asahan Dr Saripuddin Daulay mengatakan bahwa moderasi beragama itu merupakan suatu sikap, perilaku dan cara pandang seseorang dalam melaksanakan kehidupan beragama, bermasyarakat dengan berlaku secara adil.
Sikap seorang muslim dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat dengan menjaga toleransi sesama umat beragama dan tidak boleh menjelek-jelekan agama atau kepercayaan orang lain.
Boleh bergaul kepada siapa saja, tapi dengan memegang teguh prinsip lakum diinukum wa liya diin, untukmu agamamu dan untukku agamaku” ucap Kepala Kantor Kemenag Asahan.
Semangat moderasi beragama adalah untuk mencari titik temu dua kutub ekstrem dalam beragama. Di satu sisi, kan ada pemeluk agama yang ekstrem meyakini mutlak kebenaran satu tafsir teks agama, lalu menganggap sesat mereka yang memiliki tafsir yang berbeda dengannya.
Di sisi lain, ada juga umat beragama yang esktrem mengabaikan kesucian agama, atau mengorbankan kepercayaan dasar ajaran agamanya atas nama toleransi kepada pemeluk agama lain. Kedua sikap ekstrem ini perlu dimoderasi.
Dalam panorama keberagaman etnis, suku, budaya, dan agama yang mengagumkan, Indonesia dihadapkan pada tantangan besar untuk mempertahankan persatuan dan kesatuan. Di tengah dinamika global dan berbagai pergolakan internal, keberadaan Pancasila dan Moderasi Beragama menjadi dua pilar penting yang mendukung fondasi bangsa ini. Pancasila, sebagai ideologi negara, dan Moderasi Beragama, sebagai prinsip untuk memelihara kerukunan antaragama, berperan penting dalam membangun Indonesia yang maju.
Pancasila, sebagai dasar negara Indonesia, terdiri dari lima sila yang mengandung nilai-nilai fundamental yang mendasari kehidupan berbangsa dan bernegara. Lima sila yang mengandung komitmen ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, keadilan menandakan komitmen untuk mengatasi kesenjangan sosial dan ekonomi. Melalui Kesaktian Pancasila—yang diperingati setiap 1 Oktober, bangsa Indonesia diberikan landasan filosofis yang inklusif, memungkinkan berbagai agama dan keyakinan untuk hidup berdampingan dengan damai. Ini membentuk fondasi kuat bagi toleransi dan penghormatan terhadap perbedaan.
Di sisi lain, moderasi beragama adalah pendekatan bijak terhadap agama. Ini mengajak umat beragama untuk memahami ajaran agamanya dengan konteks dan pemahaman yang moderat.
Moderasi beragama bukanlah sekadar penerimaan tanpa kritis terhadap keyakinan, tetapi sebuah panggilan untuk mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari, membawa pesan-pesan universal tentang cinta, perdamaian, kerukunan, dan keadilan ke dalam praktik nyata.
a. Mengacu Indikator.
Dalam konteks relasi Pancasila dan Moderasi Beragama, Presiden Joko Widodo bahkan telah menunjukkan komitmen seriusnya dengan meneken Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 58 Tahun 2023 tentang penguatan moderasi beragama.
Komitmen penguatan tersebut diharapkan dapat menciptakan masyarakat Indonesia yang harmonis, rukun, dan damai sesuai dengan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Untuk mencapai cita-cita mulia tersebut, setidaknya ada empat indikator utama untuk mengukur keberhasilan Moderasi Beragama. Pertama, komitmen kebangsaan, untuk menegaskan kewajiban setiap warga negara untuk mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi atau kelompok.
Dalam konteks beragama, hal ini berarti menghormati dan memahami hak orang lain untuk memilih dan mengamalkan agama masing-masing tanpa adanya tekanan atau diskriminasi.
Toleransi, sebagai indikator kedua, adalah kunci dalam membangun harmoni di masyarakat. Masyarakat yang toleran mampu menerima perbedaan dan menghormati hak orang lain untuk beragama sesuai dengan keyakinan mereka. Ini mencakup sikap terbuka terhadap diskusi dan dialog antaragama yang mempromosikan saling pengertian dan penghormatan.
Indikator ketiga adalah anti kekerasan. Moderasi Beragama menolak segala bentuk tindakan kekerasan atau ekstremisme dalam konteks keagamaan.
Kebebasan beragama sejatinya tidak boleh digunakan sebagai alasan untuk melakukan tindakan yang merugikan atau membahayakan orang lain.
Keempat, penerimaan terhadap tradisi adalah aspek lain yang penting dalam Moderasi Beragama. Ini mencakup pengakuan terhadap tradisi-tradisi keagamaan yang menjadi bagian integral dari identitas suatu masyarakat.
Dengan memahami dan menghormati tradisi ini, masyarakat dapat membangun hubungan persatuan yang kuat dan harmonis di tengah perbedaan.
b. Memahami Esensi
Selain empat indikator tersebut, Moderasi Beragama bukan hanya tentang memahami agama, tetapi juga memiliki tujuh esensi atau inti, yaitu menjaga keselamatan jiwa. Esensi demikian ini berarti melindungi kehidupan manusia dari ancaman atau bahaya yang dapat timbul dari ekstremisme atau tindakan keagamaan yang merugikan.
Esensi selanjutnya adalah menjunjung tinggi keadaban mulia. Ini mengacu pada upaya untuk mempromosikan nilai-nilai kebajikan dan etika dalam beragama. Moderasi Beragama juga menekankan bahwa agama seharusnya menjadi sumber inspirasi untuk berbuat baik, mengasihi sesama, dan memajukan kemanusiaan.
Karena itu, Moderasi Beragama memiliki esensi yaitu menghormati harkat martabat kemanusiaan, yakni mengakui nilai-nilai dasar yang melekat pada setiap manusia, termasuk hak untuk hidup dengan martabat, kebebasan beragama, dan perlakuan adil.
Inti dari Moderasi Beragama juga untuk memperkuat nilai moderasi dalam beragama. Ini berarti menghindari ekstremisme dan fanatisme yang dapat mengarah pada konflik atau kekerasan.
Moderasi Beragama kemudian mengajarkan bahwa esensi keagamaan juga seharusnya menjadi sumber inspirasi untuk mewujudkan kedamaian dan persatuan, bukan alat untuk memecah belah.
Yang tidak boleh terlewatkan bahwa esensi-esensi Moderasi Beragama adalah (6) menaati komitmen berbangsa sekaligus menghargai kemajemukan, dengan menjaga kebebasan akal, kebebasan berekspresi, dan kebebasan beragama. Hal ini menekankan pentingnya menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan, perkembangan, peradaban manusia, di mana setiap orang dapat hidup dengan damai, sejahtera dan bahagia.
c. Pemersatu untuk Maju
Integrasi Pancasila dan Moderasi Beragama dapat membawa dampak positif yang besar bagi kemajuan Indonesia.
Pertama-tama, hal ini akan memperkuat rasa persatuan di tengah masyarakat yang beragam. Dengan mengakui nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam Pancasila, setiap individu, terlepas dari latar belakang etnis, suku, budaya, atau agama, dapat merasa memiliki bagian penting dalam konstruksi bangsa ini.
Ini menciptakan fondasi kuat untuk kerja sama, solidaritas, dan saling pengertian di antara seluruh warga Indonesia.
Selanjutnya, pendekatan Moderasi Beragama akan membentuk masyarakat yang lebih inklusif dan harmonis.
Dengan mengajak umat beragama untuk memahami ajaran agama mereka dengan bijak, kita meminimalkan risiko konflik dan kesalahpahaman yang seringkali muncul dari interpretasi yang ekstrem. Ini juga membuka pintu untuk dialog antaragama yang lebih konstruktif, mempromosikan saling pengertian dan penghormatan.
Tidak hanya itu, integrasi ini juga membawa implikasi positif dalam hal stabilitas dan perdamaian. Dengan menolak kekerasan atau ekstremisme dalam konteks keagamaan, masyarakat akan lebih cenderung memilih jalur damai dalam menyelesaikan perbedaan atau perselisihan.
Ini memperkuat fondasi negara hukum dan mengurangi potensi potensi konflik internal yang dapat menghambat kemajuan.
Lebih dari itu, penerimaan terhadap tradisi juga memainkan peran penting dalam membangun identitas nasional yang kuat. Dengan mengakui dan menghormati tradisi-tradisi keagamaan, kita memupuk rasa kebanggaan terhadap warisan budaya Indonesia yang kaya dan beragam.
Dengan menghargai esensi Moderasi Beragama, Indonesia juga mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan, perdamaian, dan persatuan. Ini tidak hanya menjadi landasan moral, tetapi juga memberikan arah positif bagi kebijakan dan tindakan pemerintah dalam mencapai kesejahteraan bersama.
Dalam konteks global, integrasi Pancasila dan Moderasi Beragama menjadikan Indonesia sebagai contoh yang menginspirasi bagi negara-negara lain yang juga dihadapkan pada tantangan keberagaman.
Keberhasilan Indonesia dalam mempertahankan persatuan dan memajukan kesejahteraan bersama dapat menjadi model bagi negara-negara lain yang berusaha mencapai stabilitas dan kemajuan di tengah kompleksitas keberagaman mereka sendiri.
Sebagai pemersatu untuk Indonesia maju, Pancasila dan Moderasi Beragama bukan hanya sekadar konsep, tetapi juga merupakan komitmen nyata untuk membangun masyarakat yang harmonis, adil, dan sejahtera. Melalui integrasi nilai-nilai ini, Indonesia bergerak maju menuju masa depan yang lebih cerah dan bermakna untuk seluruh masyarakatnya.
3. Fakta Moderasi Beragama Di Madrasah
Sebagai narasumber pada kegiatan penguatan moderasi beragama bagi peserta didik MAN Asahan adalah Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Asahan H. Humaidy Syamsuri Pane. Dalam arahannya, Ketua FKUB Asahan menyampaikan kepada peserta didik MAN Asahan untuk menjalankan agama dengan sifat tawassuth (tengah-tengah), tawazun (seimbang) dan sifat toleransi (menghargai hak-hak orang lain).
Moderasi beragama pada prinsipnya adalah untuk menjaga kerukunan antar umat beragama dari pengaruh-pengaruh ekstrimisme dan radikalisme. Diakhir kegiatan penguatan moderasi beragama, Kepala MAN Asahan Dra. Hj. Elda Ayumi, M.Si menyampaikan harapannya semoga dari kegiatan ini peserta didik MAN Asahan dapat menanamkan sikap moderat dan perilaku toleran dikehidupan bermasyarakat luas dengan tetap memegang teguh lakum diinukum wa liya diin, untukmu agamamu dan untukku agamaku.
Kegiatan penguatan moderasi beragama ini diikuti oleh 60 peserta didik MAN Asahan yang dipilih dari perangkat-perangkat kelas dari kelas X, XI dan XII serta menjadi duta untuk menyampaikan makna dari kegiatan penguatan moderasi bergama kepada teman-teman peserta didik MAN Asahan lainnya.
Program penguatan moderasi beragama pada madrasah dilakukan melalui kurikuler. Pada kegiatan kurikuler ini penguatan moderasi beragama dilakukan dengan mengintegrasikan nilai-nilai moderasi beragama dalam pembelajaran, baik melalui pembiasaan (habituasi) maupun langsung pada proses pembelajaran seperti pada materi Islam Washathiyah yang ada pada pelajaran Akidah Akhlak kelas X. Program penguatan moderasi beragama pada madrasah dilakukan melalui ekstrakurikuler.
Penguatan moderasi beragama pada kegiatan ekstrakurikuler dilaksanakan melalui organisasi ekstrakurikuler, dimana setiap organisasi memiliki kegiatan pokok masing-masing seperti kegiatan perkaderan. Kegiatan khusus itu seperti Latihan Kepemimpinan Dasar sebagai salah satu syarat menjadi Anggota Organisasi Siswa Intra Madrasah (OSIM); kemudian pendidikan dasar Pramuka; Latihan dasar Palang Merah Remaja (PMR); Kelompok Ilmiah Remaja (KIR); Pusat Informasi Konseling Remaja (PIK-R); Usaha Kesehatan Sekolah (UKS); Paskibraka; Sanggar Seni; Wirausaha Muda; Jurnalis; Sekolah Ramah Anak; Olahraga; Rohani Islam (Rohis); dan Tahsin al-Quran.
Madrasah yang terdiri dari ragam mazhab dan etnis tersebut memperoleh pendidikan nilai-nilai moderasi beragama melalui kegiatan pembelajaran intrakurikuler dengan tekhnik pembelajaran di integrasikan pada mata pelajaran agama dan kegiatan ekstrakurikuler (kegiatan Rohis) dan mampu mengimplementasikan sikap toleransi dan akomodatif terhadap budaya lokal dengan cukup baik.
Siswa yang selama ini dipersepsi intoleran dan tidak akomodatif dengan budaya lokal, tidak terjadi di madrasah ini.
Bahkan nilai-nilai moderasi beragama yang terintegrasi dalam pelajaran muatan lokal yakni kemuhammadiyahan telah diimplementasikan di lingkungan madrasah.
Perapan Moderasi Beragama dalam pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing, dengan demikianpenerapan Moderasi Beragama dalam pembelajaran bahasa Inggris, guru bahasa Inggris telah melakuakannya dengan prinsip;toleransi, keterbukaan, keseimbangan, memberikan ruang kepada siswa untuk saling menghargai keperberbedaan pendapat, dan berfikir yang tidak mengabsolutkan kebenaran pribadi.
Peran guru dalam menanamkan moderasi beragama dalam pembelajaran bahasa Inggrissangat dibutuhkan. Ini menunjukkan bahwaperan guru dalam mendorong peserta didiknya, terutama peserta didik muslim, untuk berpegang teguh terhadap nilai-nilai moderasi beragama dalam pembelajaran bahasa Inggris, sehingga siswa mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari sebagai upaya pencegahan Tindakan radikalisme dan esktrisme. Dengan demikian, penelitian ini bisa menjadi referensi bagi guru bahasa Inggris untuk menanamkan nilai-nilai moderasi Islam yang pembelajaran bahasa Inggris.
Pembelajaran saat ini membantu untuk menekankan bagaimana memasukkan ide-ide moderasi Islam ke dalam kelas pada mata pelajaran Bahasa Inggris sesuai dengan PMA nomor 184 tahun 2019. Nilai-nilai moderasi Islam diidentifikasi dalam RPP, materi pembelajaran, kegiatan belajar mengajar, dan evaluasi di kelas pada mata pelajaran bahasa Inggris.
Pendekatan kooperatif merupakan salah satu pendekatan untuk mengintegrasikan nilai-nilai moderasi Islam. Berbagai nilai moderasi Islam dapat ditemukan dalam pembelajaran bahasa Inggris, di antaranya syura (diskusi), musawah (egalitarian), tathawur wa ibtikar (dinamis, kreatif, dan inovatif), dan tasamuh (toleran).
Penerapan moderasi beragama dalam pembelajaran bahasa Inggris bahwa materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru sangat menarik dan disukai oleh siswa, karena dalam proses pembelajaran, guru melibatkan siswa, baik itu dlam diskusi, tanya jawab maupun dalam pembagian kelompok, dimana guru lebih mengedepankan kebersamaan dan rasa toleransi.
Dalam penyusunan materi ajar yang dilakukan oleh guru, berdasarkan pada kurikulum yang berlaku baik oleh Kementerian Pendidikan maupun Kementerian Agama, guru mengikuti petunjuk yang ada didalam silabus, guru mengadopsi materi-materi yang ada pada buku guru dan buku siswa. Sedangkan dalam menyampaikan materi pembelajaran, guru memberikan contoh sesuai dengan kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh siswa, baik itu didalam kelas, lingkungan Madrasah maupun lingkungan masyarakat dimana siswa tersebut tinggal, shingga siswa mampu menyampaikan ide dan gagasannya sesuai dengan kemampunnya.
Penerapan Moderasi Beragama dalam Pembelajaran Bahasa Inggris, dimana guru mata pelajaran bahasa Inggris dalam melakukan evaluasi dengan mempertimbangkan rasa toleransi, kedinamisan, kreativitas, inovasidan kreatifitas yang telah dilakukan oleh siswa.
Hasil penelitian yang sudah dilakukan setelah melihat berbagai latar belakang masalah perlu adanya peranan yang sangat penting yang perlu ditekankan dalam lembaga pendidikan khususnya di pendidikan sekolah dasar atau madrasah sebagai pendidikan awal di usia sekolah dasar sangat efektif dalam memberikan edukasi tentang pentinngnya moderasi beragama sebagai jalan tengah serta solusi, lingkungan sekolah sebagai jalan yang sangat efektif pula dalam mendedukasi tentang muatan moderasi beragama sehingga pihak sekolah serta pemerintah juga melakukan evaluasi kurikulum untuk menambahkan muatan tentang nilai-nilai moderasi beragama di lembaga dan lingkungan sekolah.
Kegiatan moderasi beragama di sekolah dasar atau madrasah salah satunya dengan medalami bagaimana cara bersikap berdasarkan Al-Qur’an Hadist, Aqidah Akhlak, Fiqih dan Tarikh yang membahas tentang sebuah keseimbangan hubungan antara manusia dengan Allah SWT dan seluruh ciptaannya, menyesuaikan pembahasan tentang moderasi dengan penerapan kurikum di sekolah, salah satunya dalam pembelajaran pendidikan agama Islam perlu memberikan pembelajaran tentang ajaran beragama yang baik dan sesuai dengan realita kehidupan di masyarakat sosial, sehingga pengembagan kurikulum yang ada muatan moderasi sangat perlu dikembangkan untuk menambah pengetahuan tentang moderasi beragama baik di lingkungan sekolah saja ataupun untuk lingkungan masyarakat sosial sesuai dengan Keputusan Menteri Agama RI No. 328 Tahun 2022 menjelaskan terkait Kelompok Kerja Penguatan Program Moderasi beragama dalam Kementerian Agama yaitu melakukan koordinasi, memberikan arahan, menyusun program, mengatur kegiatan, melaksanakan pengamatan, dan melakukan penguatan moderasi beragama.
Penutup
Nilai-nilai moderasi Islam sebenarnya sudah menjadi praksis keseharian dunia madrasah, warga madrasah sudah terbiasa dan mengenal istilah tawasut (moderat), tawazun (proporsional), tasamuh (toleran) dan ta’adul (berlaku adil).
Term-term tersebut tidak hanya diajarkan kepada peserta didik untuk dihafalkan tetapi sudah teraplikasi dalam wujud sikap dan perilaku sehari-hari. Tujuan dari penguatan pendidikan moderasi beragama berbasis budaya madrasah adalah beberapa nilai yang menjadi pondasi berperilaku, bertradisi, dan melakukan kebiasaan keseharian yang di praktekkan di madrasah.
Program penguatan moderasi beragama pada madrasah dilakukan melalui kurikuler. Pada kegiatan kurikuler ini penguatan moderasi beragama dilakukan dengan mengintegrasikan nilai-nilai moderasi beragama dalam pembelajaran, baik melalui pembiasaan (habituasi) maupun langsung pada proses pembelajaran seperti pada materi Islam Washathiyah yang ada pada pelajaran Akidah Akhlak kelas X.
Program penguatan moderasi beragama pada madrasah dilakukan melalui ekstrakurikuler. Penguatan moderasi beragama pada kegiatan ekstrakurikuler dilaksanakan melalui organisasi ekstrakurikuler, dimana setiap organisasi memiliki kegiatan pokok masing-masing seperti kegiatan perkaderan.
Oleh : Kakan Kemenag Asahan Dr H Saripuddin Daulay
Kakankemenag (Kepala Kantor Kementerian Agama) Kabupaten Asahan H. Abdul Manan, MA. Hadiri Penutupan MTQ Nasional Tk. Kabupaten Asahan Ke 56
Berita Terbaru
Antusiasme Warga Madrasah Pada Gelaran Donor Darah Perdana Di MAN Asahan
25 April 2025
Ka.KUA Dan Penyuluh Agama Islam Sei Kepayang Terima Usulan AIW
25 April 2025
Momentum Perkuat Kebersamaan, Kemenag Asahan Halal Bihalal di Rumah KUA Kecamatan Silau Laut
25 April 2025
Penyuluh Agama Katolik: Doa untuk Paus Fransiskus yang Wafat
25 April 2025
Kepala KUA Pulo Bandring Bersama Kasi Zakat Waqaf Kemenag Asahan, BPN, Perkim dan Penyuluh Agama Islam Melaksanakan Pengukuran Tanah Wakaf Masjid Nurul Iman Desa Tanah Rakyat Kecamatan Pulo Bandring
24 April 2025
Hangatkan Silaturahmi, Halal Bihalal Penuh Hikmah dan Semangat Persaudaraan Di Rumah Kasi Bimas Islam Kemenag Asahan